Draft [2]

Karena semua itu adalah tidak sama sekali. Pilih satu atau tidak sama sekali
- Tiara, mau 16thn, hobi minum kopi luwak

“Um, aku sedang berada dititik jenuhku sekarang. Aku butuh saranmu, Sar!”

“Kau gila! Apa kau lupa, kau mati-matian mencari perhatiannya demi mendapatkannya? Sekarang saat dia sudah percaya, kau jenuh dan ingin meninggalkannya begitu saja. Ini bukan TV Ras, yang bisa kau on/off dengan remote control”

“Tapi ini semakin menggila. Aku sudah tidak bisa untuk sayang lagi, untuk care saja susah. Echa selalu menuntutku untuk tidak cuek, kami selalu bertengkar untuk masalah sepele seperti “cuek”. Aku bosan. Aku engga bisa, Saaaar”

“Nah, ini nih yang ditakutin Echa dari awal. Kamu jenuh dan kamu engga mau berjuang ngelawan kejenuhan itu. Jujur Ras, pasti bukan jenuh alasan utamamu kan?”

Skak! Aku adalah pesandiwara yang cupu. Kuakui, wanita hebat dalam memerani berbagai perasaan yang sering tidak sesuai dengan perasaan aslinya. Membentengi diri dibalik topeng. Kini topengku sudah kandas di mata lawan. Tidak ada jalan lain selain menyerah, berkata yang sejujurnya.

“Sok tau…. Echa terlalu childish, suka menuntut, Aku capek. Aku terlalu sering menyakitinya karena tak bisa memenuhi kemauannya”

“Bodoh!Kau menerima semua konsekuensi itu sebelum kalian jadian. Kau bohong, Ras! Apa? terlalu menyakiti? Hah! Klise!Kau kira dengan meninggalkannya itu tidak menyakitinya. Basi, Ras.”

     Sarah memberontak, Wajahnya merah padam, matanya membara. Intuisinya sebagai wanita memaksanya untuk memaki pria yang telah membuat juniornya menangis malam itu.

“Jujur, Ras! Siapa yang kau suka?”

Darr! Seperti rudal menghantam batinku. Sesak. Alibiku tidak berjalan dengan baik. Kini aku adalah tersangka yang siap divonis di meja hijau.

“Rika, IPA 3. Bersama adik kelas bukanlah hal gampang, Sar. Sifatnya terlalu anak kecil, pembicaraannya terlalu dangkal, ya sebagaimana pembicaraan anak kelas 10 lah. Maaf, aku tergoda. Atau aku dekat dengan Rika dan tetap pacaran dengan Echa ya, Sar? kan kedekatan kami tidak terlalu kontraversial”

“Jangan. Kau serakah. Pilih salah satu. When you want it all, you’ll get nothing at all. Camkan, Ras!”

***

“Kalau prediksi ahli cuaca nih, kayaknya cuaca hari sedikit kelabu, atau mungkin kemarau…” Suara renyah Rika menghanyuktan emosiku sesaat.

“Salah total!kamu gagal modusin aku. Udah jelas cuacanya lagi berawan” Balasku menggodanya.

“Nah, belum selesai…itu ahli cuaca, kalau aku ahli pendeteksi perasaan. Kayaknya kalau disamain sama ahli cuaca, kamu lagi kelabu. Lagi bimbang. Atau mungkin lagi kemarau, lagi haus akan sesuatu”

Nah! Satu dari sekian hal yang kusukai dari Rika, Unpredictable. Puitis dan ringan. Pembawaannya sangat elegan dan dewasa, hal yang dibicarakan tidak pernah mainstream, tapi tetap santai. Pria mana yang tidak betah diwejangi oleh candanya diringi oleh suara khasnya yang renyah?

***

“Selamat malam, Resya”

“Resya? Tumben”

“hehehehe, engga papa kok”

“Ras, aku tau kamu capek aku tanyain mulu, tapi aku khawatir. Kamu mau engga cerita kamu kenapa? Aku tau kamu kenapa-kenapa, kamu beda”

“Echa, aku lagi engga mau berantem nih. Jangan mancing lah

“Engga kok engga, aku engga bakal marah kali ini, suer. Sekarang kamu cerita kamu kenapa. Kok aku ada perasaan engga enak ya soal….. kita”

Baik, mari kita awali pembicaraan serius ini dengan helaan nafas demi mendapatkan akhir yang lancar. 

“Jadi gini Sya, aku engga tau aku kenapa. Kamu bener, aku beda. Tapi aku ngerasa bukan cuma aku, kita juga udah beda. Makin lama makin ngga nyaman. Aku capek, Sya. Aku nyerah. Kita udahan aja ya, Sya”

Dengan hati-hati aku menorehkan isi hati. Akupun tak mengerti apa maksut kalimat terakhir, suatu pernyataan sepihak kah atau pertanyaan demi menanyakan pendapat Echa, tapi semua yang kumau adalah pendapatku diterima. Echa terdiam untuk waktu yang lama, sepi. 

Tanpa hembusan nafas berat dan isakan tangis yang terseduh. 
Ya Tuhan, apa ini? Sungguh tersakitinya kah gadis ini? 
Aku penasaran, “Echa baik-baik aja, kan?”. 
“Oh, Echa baik kok, Ras. Iya terserah Eras ajadeh maunya gimana. Kalo emang mau udahan yaudah, aku engga bisa ngelak. Toh kalo cuma aku yang mau perjuangin sama aja bohong, Cuma satu arah”.
"Aku udah coba, Cha. Maaf, aku engga bisa ternyata”,"
Aku tau, aku juga pernah jenuh kok, tapi aku stay. Udah ya, aku capek. Bye, Ras. I love you yang terakhir” 
Klik! Sambungan telfon terputus. 
Hampa. Kini terasa sangat mati rasa,

Kosong.

***
                Kini aku bebas. Tali semu yang mengikat dua insan telah terputus. Aku terlepas dari rengekan manja, omelan tak masuk akal, kewajiban untuk mengirim pesan dan menanyakan kabar, aku bebas. 

Oh iya, Rika, gadis itu. Seketika terlintas nama itu, kata orang bijak, saat kita tiba-tiba memikirkan seseorang, maka orang tersebut sedang merindukan kita. Mungkin kali ini aku berkiblat pada pepatah itu. Intuisiku memanduku untuk mencari kontaknya di blackberry messanger-ku, ku tekan trackpadku sehingga terpampang layar chat dengan barisan bubble chat-nya. Eh tunggu sebentar, statusnya

RioRahardian

Dia kan juniorku di tim basket…..Astaga!Rika taken.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BANDUNG’S ESCAPED: Cerita dari Bumi Pasundan

Life Lately

Fast-Paced Lifestyle