Stereotipe.

Selamat hari senin! selamat berproduktif ria wahai kalian yang sudah tidak punya jadwal UTS. Hari ini lumayan produktif, setelah revisian poster magang, nongkrong di perpus, gathering kepanitiaan dan berakhir di @lataroma,

awalnya sama Doni doang, yang katanya butuh motivasi mengerjakan poster magang, dan aku yang telah menelantarkan revisi proposal penelitian lebih dari seminggu. Sejam pertama masih fokus ditemanin seteguk caffe latte buatku, dan matcha latte buat Doni.

karena anak kekinian suka ngepost ala ala di stories instagram, berujung kepada Fakhri yang ikut nimbrung. Aku sih berharapnya Fakhri tersesat di tengah komplek villa bukit tidar agat tidak mengganggu konsentrasi yang menggebu gebu ini, eh tiba-tiba udah parkir aja di depan gerai cafe yang namanya terinspirasi dari latar oma atau dalam bahasa indonesia halaman rumah.

Karena Fakhri adalah orang yang paling jago kalo disuruh ngomong, akhirnya pembicaraan itu beralih kepada,

stereotipe.

karena hakikatnya kita sangat suka mengeneralisasi seseorang berdasarkan kelompoknya. salah satunya gender.

kenapa kalau perempuan kenapa-kenapa (berkaitan tentang sexual abused) itu yang disalahin perempuannya? Padahal yang otaknya bokep ya cowoknya - Fakhri, sumber ketidakfokusan nugas malam ini

Cukup kaget sih Fakhri ngomong gitu. Karena selama ini aku juga mikir gitu, tapi selalu enggan untuk membahas karena takut laki-laki ngga bakal paham. Apalagi kalau ada yang ngerespon

“Ya itu gimana ceweknya jaga diri aja, cowok tuh kalo ga dipancing ya ngga bakal nakal lah”

Indonesia nih, menganggap sexual education tuh hal tabu, tapi seneng banget pakai jokes mesum.

contoh: #UnboxingRaisa atau #MalamPertamaRaisa

Dude, it wasnt something proper to joke with.


teruntuk abang-abang yang saya seyumin atau saya sapa,
bukan karena saya pengen ngeflirting, tebar pesona atau cari perhatian,
saya diajarin dari kecil untuk bergaul sama siapa aja terlepas dari kasta pendidikan atau finansial

teruntuk abang abang yang saya ajak ngobrol, sharing, cerita beberapa hal
bukan karena saya ingin didekati atau dipacarin 
saya diajarin dari kecil untuk ramah dan jadi orang yang berkomunikasi dengan baik ke semua orang

teruntuk abang abang yang saya izinkan untuk memiliki nomer hape saya
bukan berarti abang bisa seenaknya main ngambek kalo ngga dibales atau seenaknya video call tiba-tiba
saya diajarin dari kecil untuk ngehargain orang lain dengan tidak membeda-bedakan perlakuan yang saya berikan antar personal

teruntuk abang abang,
saya berusaha untuk menghargai, berperilaku baik nan manis bukan karena ngga ikhlas,
tapi saya ingin diberi perlakuan sama (dihargai balik), setidaknya sebagai seorang perempuan,

mungkin sekarang mindset yang terbentuk dilingkungan sosial kita kalau banyak orang itu sombong, angkuh, milih-milih temen, memperlakukan orang berdasarkan status sosialnya,

wajar saja banyak orang heran kalau ada orang berperilaku baik,

tapi itu bukan alesan untuk menjadikan perempuan jadi properti seksual.

“Ya wajar diperkosa orang dia pakaiannya ngga bener”
“ya wajar digangguin orang gincunya tebel amat”

Yoi. victim blaming.

saya yang udah berusaha pakai rok, memakai kerudung menutupi hingga ke dada, masih aja kok berpeluang untuk diganggu.

masalahnya itu:
banyak kelamin yang ngga diedukasi.
banyak yang ngga paham gimana menyalurkan hawa nafsu di jalan yang benar.

betul hati ini hancur, 
siulan nakal, kedipan sengaja, grepe grepe, atau sampai ke tahap pelecahan seksual

potong ajalah kalo emang gapinter makenya.

oke?


disclaimer: ini bukan pengalaman pribadi aja kok, ini hasil wawancara beberapa teman perempuan. subjektif emang, soalnya saya nulisnya sambil emosi. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

BANDUNG’S ESCAPED: Cerita dari Bumi Pasundan

Life Lately

Fast-Paced Lifestyle