A Journal of Coping Mechanism

Do you ever feel like waking up with mixed feelings or just overwhelmingly sad?

I did this morning.

Aku kira berada di lingkungan yang nyaman dan menyejukkan jiwa bisa membuat emosiku lebih stabil, ternyata tetap ada hari-hari aku pengen bersedih aja.

Kaya sedih tanpa sebab, dengerin lagu di motor pengen nangis, di kosan bacain chat teman-temanku pengen nangis, aku cuma ga nangis kalo lagi di kantor atau semedi di cafe buat ngerjain sesuatu.

I need some distraction to stay sane, and i hate this kind of tiara.

I have a happy soul lives within me, who have 100% batteries of energy and made fun of everything that happen, but there also the pathetic soul who lives side by side. Kalau udah kumat, emosiku serasa diacak-acak, i get sad on nonsense thing.

cita-cita: always happy kiyowo

Beberapa kali coba memahami diri sendiri, mencari tau apa yang bisa mentrigger perasaan ini, but i am ending up clueless and sending too much pap to family's whatsapp group or chat bombing to my closest friend.

I hate this kind of tiara. Even myself still cant even accept this kind of mood who lives within me. 

Cuma karena bersedih aja akan lebih menyulitkan hidupku yang jauh dari keluarga ini, so i have coping mechanism for going through a quite weekend...

Sejak terbiasa bangun pagi, aku susah banget buat bangun siang di weekend, biasanya aku udah sadar sejak jam 6 pagi abis itu baru bisa tidur lagi jam 10 siang. Jadi hari ini, dilewati dengan coping mechanism pertama: Memasak.

hamdalah, bulan ini fasilitas dapur kosan dapat digunakan oleh penghuni kamar pojok ini


Sungguh tidak Tiara banget, tapi perasaan setelah memasak cukup membuat hatiku bergembira. Kayaknya aku seneng aja mengusahakan sesuatu untuk diri sendiri walau akan mager jika di lakukan sehari-hari. Kata Kak Saras, memasak itu pelan-pelan aja, ngga boleh ngoyo, kalo kecapekan ntar jadi males. 



Karena aku kangen makanan seafood-seafoodan yang jarang kumakan sejak di Jogja (sejak aku jadi anak gunung jadi ikan dan sebangsanya jadi mahal), aku belanja udang di Amboja Farm kemarin waktu supervisi anak magang. Malemnya aku ke Vert Terre buat belanja pasta warna warni, dan jadilah aglio olio ini.

Makan makanan yang kusuka dengan rasa yang gak random, cukup membuat aku yang bangun pagi ini bersemangat dan melanjutkan ke agenda coping mechanism selanjutnya yaitu, nyuci baju. Physical activity kaya gini dipercayai bisa jadi stress relief karena menyerap energi negatif untuk dialihkan ke aktivitas fisik. Sebenernya ini ngga nyuci-nyuci banget sih karena cuma baju-baju yang ngga bisa masuk mesin cuci, sisanya tentu aku tetap laundry.

Ingin capek tapi tidak capek-capek banget adalah bentuk memprioritaskan kenyamanan diri sendiri WKWKWK si mager emang.


Lalu, ditutup dengan semedi di Awor Coffee selama 4 jam. Aku juga heran kenapa betah banget sendirian di kedai coffee. Ambiencenya kayak mengajakku untuk produktif, padahal di senin sampai jumat kerjaanku membayangkan kemulan di kasur seharian, ternyata saat ada kesempatan aku malah main ke cafe. Sungguh aku yang 26 tahun masih bingung menghadapi diri sendiri.

Black summernya enakkk! kalau mau yang creamy ada Eskimo kiss juga enak!


But yes, I believe that the use of effective coping skills can often help improve mental and emotional well-being. It helps me to adjust such a stressful or traumatic situation through productive coping mechanism. & the good news is i am home by the next 2 weeks, aku akan memenuhi kebutuhan moralku dengan menemui orang-orang yang sayang sama aku, atau setidaknya aku ngerasa dikelilingi orang-orang yang sayang sama aku.

It sounds pathetic, but i am glad i still called it home how far  I go.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BANDUNG’S ESCAPED: Cerita dari Bumi Pasundan

Life Lately

Bonné Graduation!